Saya pertama
kali mengetahui sosok Bapak Dahlan Iskan dalam program Sentilan Sentilun di
Metro TV. Kala itu beliau masih menjabat sebagai Direktur Utama PLN. Pada hari
itu saya sudah takjub dengan pembawaan beliau yang cukup nyleneh untuk
ukuran pejabat negara. Dengan rileks beliau duduk bersila di meja/kursi
lengkung yang bentuknya cukup unik. Dan coba anda lihat sepatu beliau! Hoho.
Baru kali ini saya lihat ada pejabat yang kemana-mana memakai sepatu kets.
Kesannya casual sekali, jadi tidak terasa berjarak sebagaimana pejabat
lain yang pakai sepatu bermerk nan mahal. Baju yang dipakai juga sederhana
saja, kemeja dan celana panjang. Kelak saya tahu, gaya berpakaian seperti itu
memang ciri khas beliau sejak dulu.
Dalam acara
itu, Ndoro Sentilan dan Sentilun juga kagum pada beliau. Gagasan-gagasan dan
inovasi yang telah dilakukan oleh beliau di PLN sangat menarik untuk disimak.
Mendengarkan dialog mereka sungguh menimbulkan optimisme pada diri saya, bahwa
suatu organisasi bisa diangkat dari keterpurukan bila dipimpin oleh pemimpin
yang tepat dan pengaturan yang efisien. Pak Dahlan sempat curhat, penyebab PLN
defisit melulu itu karena PLN kurang didukung oleh pemerintah. PLN tidak
diijinkan menggunakan Gas Alam sebagai tenaga pembangkit dan bahkan ketika
harus menggunakan Batu Bara PLN dikenai harga Internasional. Dengan kondisi
yang seperti itu PLN tetap diharapkan mampu menghidupkan listrik di Indonesia.
Oleh karena itulah PLN akhirnya membakar diri sendiri atau dengan istilah lain
merugi. Source. Beliau juga menyampaikan, dalam sebuah kepengurusan
tidak mungkin semuanya buruk. Orang-orang yang “membawa kerusakan” itu
sebenarnya kira-kira hanya 20 persen, sedangkan yang 80 persen sebenarnya
mengikut saja. Kalau diarahkan baik, ya akan baik, dan begitu juga sebaliknya.
Nah, asalkan ada yang memimpin mereka ke arah yang benar, maka kepengurusan
akan berjalan baik. Itulah pertama kalinya saya mengenal sosok Bapak Dahlan
Iskan.
Berselang
beberapa waktu kemudian saya melihat tayangan investigasi kapal Tampomas (kalau
tidak salah dalam program Journalist On Duty). Saya takjub dan kagum sekali
karena ada Bapak Dahlan lagi, dan kali ini beliau adalah narasumber dalam
posisi beliau sebagai wartawan. “Oalah ...jebule wartawan to....”1
begitu pikir saya. Yak, saya baru tahu kalau beliau itu dulunya wartawan, dan
ternyata bos Jawa Pos group. Saat tragedi kapal Tampomas terjadi, Bapak Dahlan
adalah wartawan Tempo, dan beliaulah yang ditugasi kantor pusat Tempo di
Jakarta, untuk meliput berita tersebut ke Makassar. Kisah lengkapnya bisa anda
baca di Tempo>> “Rajutan ceritanya yang
dimuat di edisi 7 Februari 1981 begitu hidup. Membaca tulisan Dahlan laksana
berada di lokasi kejadian. Suasana tegang dan cemas begitu terasa”, adalah
ilustrasi yang pas untuk menggambarkan kalau liputan Bapak Dahlan bukan sekedar
liputan biasa. Beliau begitu total mengerjakan investigasi tersebut, bahkan
sampai berhari-hari tidak tidur demi mewawancarai awak kapal, sekaligus menjaga
agar berita tersebut tetap ekslusif. Kelak liputan soal Tampomas tersebut
menjadi salah satu akar investigasi ala Tempo.
Sejak
menyaksikan kedua tayangan tersebut saya makin penasaran dengan sosok beliau.
Ulasan lebih mendalam saya dapatkan di acara Kick Andy Metro TV dan Tabloid
Nova. Fokusnya ada pada operasi hati yang dijalani beliau pada tahun 2008.
Setiap ada nama beliau di surat kabar maupun media lain saya sangat tertarik
untuk mencermatinya sampai selesai. Perlahan tapi pasti, saya jadi mengidolakan
tokoh ini. Sepak terjangnya sangat menginspirasi, meski beberapa pihak
mengganggap apa yang dilakukan beliau sekedar pencintraan. Saya kurang
sependapat dengan pandangan itu.
(Saya akhirnya
berhasil bertemu beliau langsung dalam sebuah seminar di kampus saya, silahkan
anda baca Sosok Bapak Dahlan Iskan di Mata Saya (#2)
)
*1-Oh
..ternyata beliau ini wartawan
*Mengenai
episode Sentilan Sentilun yang saya maksud bisa juga anda baca di Kompasiana
Komentar
Posting Komentar